Minggu, 29 Juli 2012

Siswa Mudah Terkena Sugesti Negatif
















Perundang-undangan sistem pendidikan di Indonesia sudah bagus dan sarat dengan moralitas serta pesan agama. Namun pada praktiknya pendidikan di Indonesia belum
sebaik perundang-undangan yang ada. "Berdasarkan survei tim dosen Pendidikan Agama Islam Universitas Pendidikan Indonesia(2001, 2004, 2009) di beberapa sekolah dan universitas di Kota dan Kabupaten Bandung, siswa SD, SMP, SMA dan mahasiswa tingkat pertama yang bisa membaca Alquran masih sedikit. Masing-masing hanya 10 persen, 25 persen, 35 persen, dan 40 persen. Itu baru dari segi kemampuan baca Alquran. Belum lagi diukur lebih luas dan mendalam, misalnya pemahaman dasar agama, pemahaman Alquran, dan pengamalan agama," kata Prof. H.M Abdul Somad, saat menyampaikan Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Pendidikan Agama Islam di Universitas Pendidikan Indonesia, Selasa (17/7). 

Saat ini, kata Abdul Somad, para siswa begitu mudah terkena sugesti negatif dan begitu mudah marah. Tawuran pelajar akhir-akhir ini merupakan fenomena biasa, termasuk tawuran antar mahasiswa. Lebih melebar lagi tawuran pelajar dengan masyarakat, tawuran antar masyarakat, tawuran antar kampung, hingga tawuran masyarakat dengan petugas keamanan. 

"Kasus penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif sudah memasuki semua SMP/SMA/SMK. Pergaulan bebas siswa-siswi sudah dipandang sebagai ciri pergaulan remaja dan ABG," ujar Abdul Somad yang menyampaikan pidato berjudul Pendidikan Keimanan Untuk Mencapai Manusia Seutuhnya. Lebih lanjut, kata Abdul Somad, sikap tidak hormat anak muda bukan hanya ditunjukkan kepada sembarang orang, bahkan juga terhadap guru-gurunya. 

Penghormatan dan bakti pada kedua orang tua pun memudar. Vandalisme sudah merupakan ciri pelajar saat ini sementara premanisme tumbuh subur hingga di lingkungan sekolah. "Kejujuran yang sangat didambakan sudah hilang, fenomena menyontek dan joki sepertinya menjadi fenomena biasa. Salah untuk orang lain tetapi boleh untuk saya. Demikian juga fenomena plagiat memasuki para dosen, padahal seharusnya mereka menjadi penegak dan teladan kejujuran," ungkapnya. 

Dalam kesempatan tersebut, tiga guru besar lainnya juga dikukuhkan. Mereka adalah Prof. H. Dadang Supardan (Guru Besar Bidang Ilmu Pendidikan Sejarah) yang menyampaikan pidato berjudul "Pembelajaran Sejarah Berbasis Multikultural dan Perspektif Sejarah Lokal, Nasional, Global Dalam Integrasi Bangsa", Prof. H. Makhmud Syafei (Guru Besar Bidang Ilmu Pendidikan Agama Islam) yang menyampaikan pidato berjudul "Menggagas Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasis Pesantren", serta Prof. Wanjat Kastolani yang menyampaikan pidato berjudul "Strategi Konservasi Wilayah Pesisir Yang Berkelanjutan". 

Sementara itu, Rektor UPI Prof. Sunaryo Kartadinata menuturkan, esensi pendidikan sebetulnya terletak pada proses pendidikan seutuhnya yang tidak hanya mengajarkan informasi, tetapi harus membuat manusia belajar dari kehidupannya. Ini adalah kelemahan dari penyelenggaraan pendidikan saat ini. 

"Berbagai masalah saat ini sebetulnya bukan hanya salah kurikulum. Kurikulum memang bisa dibenahi, tapi yang penting penyelenggaraannya. Jangan hanya menjadi tanggung jawab guru agama. Semua guru mata pelajaran pun harus masuk pada nilai-nilai keimanan ini. Jadi bagaimanapun proses pendidikan itu utuh, tidak hanya sekedar mengejar nilai dan angka," ucapnya. (A-157/A-147)***